BELAJAR DARI KAKEK SADIMAN: SANG PAHLAWAN LINGKUNGAN
Pahlawan bukan hanya mereka yang berperang dengan pistol dan tombak. Pun tidak identik dengan orang yang dimakamkan di makam pahlawan. Sering kali kita temui sosok yang tak mengangkat senjata, namun ia layak menjadi pahlawan. Merekalah pahlawan tanpa senapan dalam kehidupan yang nyata. Tujuan mereka sama, yaitu agar generasi penerus bangsa dapat hidup dengan tenang dan bahagia.
Pak Sadiman contohnya. Oleh masyarakat ia dijuluki sebagai pahlawan lingkungan. Iya, Pak Sadiman adalah seorang kakek yang menyulap hutan gundul nan kering air menjadi hutan rimbun yang subur dengan air melimpah. Ia telah melakukan penghijauan hutan selama lebih dari 25 tahun. Lebih dari 4.000 pohon yang telah ia tanam sejak tahun 1996 dengan tangannya sendiri.
Perjalanan sang kakek tersebut bukan tanpa rintangan. Banyak kalangan yang menganggapnya bodoh dan gila. Bahkan, pertama kali ia menanam 19 bibit pohon, hanya tersisa dua karena dicabut oleh tangan-tangan usil. Tapi pria yang saat ini berusia 65 tahun ini tak putus semangat. Menanam pohon terus ia lakukan hingga tanah yang seluas 600 hektar tersebut, kini menjadi hutan belantara yang penuh pepohonan.
Kakek Sadiman bukanlah dari keluarga kaya yang mampu membeli banyak bibit pohon. Ia hanyalah petani desa miskin yang sehari-hari bercocok tanam padi dan kentang sekaligus mengembala kambing. Penghasilannya yang tak seberapa itu, ia bagi antara menafkahi keluarga dan membeli bibit pohon. Tak jarang, ia rela menjual kambing hanya untuk membeli bibit pohon untuk ditanam di hutan. Saat itulah ia sering dimarahi istri kesayangannya.
Menjaga kelestarian alam agar bisa dinikmati anak cucu kelak adalah alasan utama ia melakukan hal yang tak biasa ini. "Cita-cita saya bukanlah ingin mendapatkan Kapaltaru (penghargaan lingkungan dari pemerintah), tapi saya ingin membantu masyarakat dan bisa bermanfaat setiap saat."
Bagaimana hasilnya? Kini, banjir bandang dan longsor tidak pernah datang lagi. Penduduk tidak pernah kekurangan air meski di musim kemarau. Para petani bersyukur karena lahan mereka subur. Ibu-ibu rumah tangga senang karena tidak kesulitan air untuk memasak dan mencuci baju. Orang-orang yang dulu pernah menghina pun ikut merasakan buah jerih payah sang kakek.
Sampai saat ini, kakek Sadiman tetap melakukan kebiasaan menanam pohon seperti biasa. Bedanya, sekarang kakek ditemani oleh masyarakat pegiat kelestarian lingkungan dan warga sekitar. Penghargaan pun ia peroleh sebagai Perintis Lingkungan dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan Republik Indonesia.
Mencermati berbagai bencana alam yang merundung negara tercinta baru-baru ini, tentu hati kita tersentak dan tergerak untuk berdoa dan berharap, semoga hari esok lebih mudah untuk dienyam segenap masyarakat. Barangkali sentakan hati ini pula yang menggerakkan kakek Sadiman kala itu. Barangkali sentakan hati ini sekarang akan dapat menggerakkan kakek-kakek Sadiman yang baru, tanpa pamrih dan berbekal tulus dalam mengusahakan secercah masa depan yang lebih mudah untuk generasi mendatang. Barangkali, kakek Sadiman yang berikutnya hadir begitu dekat dengan diri kita sendiri, atau bahkan diri kita sendiri. Tinggal menunggu waktu ataupun memulai aksi. Lalu, di saat waktu itu tiba, siapakah kita? Tangan-tangan usil, kalangan pencemooh, penduduk yang diselamatkan, atau kakek Sadiman?
Semoga jawaban kita masing-masing akan melukiskan hari esok yang menjanjikan untuk Indonesia.
Penulis: Ahmad Sarip Saputra_PPK Alif Laam Miim Surabaya.
Tags : Artikel Guru
MA Alif Laam Miim
“Terwujudnya Generasi Rabbani yang Berjiwa Dai, Berwawasan Global, dan Peduli Lingkungan”
- MA Alif Laam Miim
- Kebonsari Baru Selatan No. 1 Surabaya
- maaliflaammiim@gmail.com
- 0813-8645-3684