INI YANG TERBAIK BAGIKU
Kalau kita ingin memperoleh rida Allah, maka kunci utamanya adalah bahwa kita harus rida akan setiap hal yang ditakdirkan olehNya kepada kita. Ketidakridaan kita atas takdir hanya akan memperpanjang kekecewaan dan kesedihan. Demikian kesimpulan dari beberapa kitab yang saya baca tentang rida. Melawan takdir adalah sama dengan melawan ombak dan melawan angin, yakni berat dan melelahkan serta berakhir dengan segala bentuk ketaknyamanan.
Rida didefinisikan dengan indah oleh Ibnu Qayyim dalam kitab "Madaarij al-Saalikiin"nya sebagai keyakinan seorang hamba bahwa semua keadaan, ketentuan takdir, sejatinya adalah sama baginya, yakni sama-sama sebagai ujian dari Allah (istiwaa' al-haalaat 'inda al-'abd). Rabi'ah Adawiyah sang pelopor mazhab cinta menyatakan: "Jika tibanya musibah adalah menyenangkan bagimu sebagaimana hadirnya nikmat menyenangkan bagimu, maka dirimu termasuk orang yang ridla kepada Allah."
Ternyata berat sekali untuk masuk kategori orang yang rida. Kita harus mampu menyatakan atas segala macam takdir: "Ini yang terbaik padaku saat ini." Semua pengeluh yang suka mengkerutkan dahi sambil geleng kepala sepertinya masih jauh dari zona rida yang dibahas tadi. Tak jarang ada yang bertanya apakah mungkin seseorang merasa senang saat ditimpa musibah? Adakah yang tersenyum saat ditipu? Adakah yang gembira saat sakit? Adakah yang tetap tenang dan santai saat badai menerjang kehidupannya?
Sepertinya kita perlu berkaca pada sejarah manusia-manusia pilihan Allah yang tetap tegar dalam hidup walau bertubi-tubi didera musibah dan ujian. Para nabi dan rasul disebut sebagai "al-miizaan al-kubraa" (timbangan besar) yang bisa digunakan untuk menakar dan menimbang keridaan kita. Mereka tetap baik sangka kepada Allah dan yakin bahwa semuanya berjalan di atas ketentuannya dan di bawah pengawasannya. Mereka pun mulia bahagia dalam bentuknya yang bervariasi satu dengan lainnya.
Pertanyaan intinya adalah apa saja tahapan-tahapan yang harus kita lalui dalam mendidik dan melatih jiwa untuk rida seperti manusia pilihan itu? Saya senang dengan lima langkah utama yang bisa kita petik dari uraian para bijak. Salah satunya adalah sering-seringlah mengunjungi orang sakit, orang-orang yang tertimpa musibah, orang-orang miskin, orang-orang terpinggirkan, dan sejenisnya.
Penulis: Prof. Dr. KH. Ahmad Imam Mawardi, MA._2020
Tags : Kalam Abah Kiai
MA Alif Laam Miim
“Terwujudnya Generasi Rabbani yang Berjiwa Dai, Berwawasan Global, dan Peduli Lingkungan”
- MA Alif Laam Miim
- Kebonsari Baru Selatan No. 1 Surabaya
- maaliflaammiim@gmail.com
- 0813-8645-3684