SATU SAMPAH, SERIBU KEBAIKAN; SEBUAH KESADARAN ETIKA LINGKUNGAN
Penulis: Yurid Shifan A’lal Firdaus, S.Ag (Waka Al-Qur’an MA Alif Laam Miim)
Beberapa hari belakangan, kami melihat ada peluang melakukan hal
positif di waktu transisi antara akhir pembelajaran Al-Qur'an sore dan
persiapan melaksanakan ibadah shalat Maghrib. Ditambah area sekitar Masjid yang
harus kami perhatikan agar terlihat lebih bersih, rapi, dan indah. Memang
intensitas angin berpengaruh terhadap gugurnya dedaunan pmerindangi merindangi
area Masjid atau menerbangkan beberapa sampah yang telah tepat di tempatnya.
Melihat alasan-alasan di atas kami ajak beberapa santri yang
terlihat selesai mengaji untuk berdiskusi kecil tentang temuan sains dalam
Al-Qur'an pada Q.S. Al-Zalzalah [99]: 7-8. Penafsiran Al-Qur'an harus relevan
dengan spirit zaman dan perkembangan hidup manusia. Oleh karenanya lafadz
"dzarrah" pada dua ayat di atas yang dinilai sebagai benda terkecil
memiliki penafsiran yang terus berkembang. Mulai dimaknai dengan biji jagung
dan biji sawi oleh mufasir klasik hingga atom setelah ahli fisika menemukan
temuan-temuan baru dalam dunia sains. Belum lagi atom disusun oleh partikel
yang lebih kecil seperti proton, elektron, dan neutron. Menurut penelitian,
para fisikawan masih menemukan benda terkecil yang tidak bisa dibagi lagi.
Di akhir diskusi kami sampaikan bahwa topik esensial dari ayat
lafadz tersebut bukan hirarki terkecil suatu materi melainkan sekecil apapun
kebaikan atau keburukan yang dilakukan pasti akan mendapatkan balasan, sehingga
seseorang tidak mudah berkecil hati meski kebaikan yang ia lakukan kecil dan
sederhana sekaligus tidak mudah meremehkan keburukan sekecil apapun meski ia
tidak merasa melakukannya. Setelah para santri yang ikut berdiskusi mulai
memahami pesan utama ayat, langkah persuasif berikutnya kami ajak mereka
mengambil dedaunan kering yang jatuh, sampah yang berserakan, dan semua hal yang
bisa kami rapikan dan terlihat oleh mata yang lebih besar dari biji sawi dan
biji jagung. Sontak mereka bersemangat dan mulai berpencar melakukan apa yang
harus mereka lakukan.
Kami percaya bahwa kegiatan positif yang dilakukan secara komunal
akan jauh memberikan semangat dan memancing orang lain untuk turut ambil
bagian. Meski beberapa di antara kita masih berpandangan "kifayah"
dalam melakukan hal baik, jika sudah dilakukan orang lain, kita tidak perlu
melakukannya. Namun berbeda dengan para santri yang meyakini dawuh Imam Hasan
Al-Bashri bahwa seseorang harus melakukan kebaikan sekecil apapun, karena ia
tidak dapat mengetahui kebaikan apa yang membuatnya masuk ke dalam surga. Dawuh
ini menancap kuat dalam hati para santri sehingga setiap kali ada momentum
melakukan kebaikan sekecil apapun, mereka pasti berusaha memaksimalkannya walau
membuang satu sampah, satu daun kering, dan merapikan sepasang sandal. Para
santri tidak akan memikirkan kalkulasi, karena yang mereka yakini setiap
sesuatu yang dilakukan pasti memiliki konsekuensi dan balasan. Dan Allah adalah
Dzat yang paling berhak memberikannya.
Sebab animo santri yang ikut ambil bagian cukup banyak, tidak
butuh waktu lama area Masjid menjadi lebih bersih, rapi, dan indah. Setelah
melakukan kegiatan tersebut kami tidak melihat raut kecewa dan lelah justru
yang kami lihat adalah wajah bahagia dan sumringah. Karena sejatinya mereka dan
kita semua menyadari bahwa kebersihan, kerapian, dan keindahan adalah aspek
kodrati manusia yang lambat laun mulai terkikis oleh pola pikir eksploitatif
terhadap alam dan lingkungan. Sekaligus mindset kifayah yang lebih besar dari
pada keinginan untuk berperan dalam kebaikan.
Di sela-sela kegiatan bersih-bersih area Masjid kami sampaikan
kepada para santri meneruskan dawuh dari guru kami agar kebaikan yang kita
lakukan semakin berlipat benefitnya, niatkan setiap satu sampah yang kita
bersihkan untuk membersihkan satu kotoran dan dosa dalam hati kita. Sehingga
benefit yang didapat bukan hanya eksternal untuk menciptakan kenyamanan bersama
tapi juga aspek internal untuk mendapatkan kesucian hati (tazkiyah al-nafs).
Dari hal ini pula kita menyadari bahwa untuk mencapai ketenangan batin tidak
hanya melalui rutinitas ritual, tapi juga melalui hal sederhana seperti
membuang sampah dan membersihkan lingkungan sekitar. Syukur-syukur dapat
mengoptimalkan keduanya maupun semua potensi kebaikan yang kita lakukan, mahdah
maupun ghairu mahdah.
Goals sejati dari ibadah yang bersifat ritual adalah meningkatkan
kesadaran sosial. Belum mencapai tujuan ibadah bila seseorang masih menghina
sesama, melakukan hal-hal destruktif yang merugikan orang lain, dan secara
khusus dalam konteks tulisan ini adalah masih belum beretika lingkungan. Dalam
sebuah riwayat yang familiar sekali bahwa mencintai dan peduli kebersihan
adalah ekspresi nyata dari keimanan seseorang. Pemahaman sebaliknya (mafhum
mukhalafah) seseorang yang tidak mencintai dan peduli terhadap lingkungan
perlu dipertanyakan sejauh mana ia telah beriman. Semoga Allah SWT menguatkan
keimanan kita, hati kita, dan jiwa kita untuk melakukan kebaikan sekecil
apapun, mengambil bagian di setiap potensi kebaikan, dan meningkatkan etika
lingkungan sebagai bagian dari akhlak mulia (makarimal akhlak) yang menjadi
visi profetik paling utama.
#masurabaya #maaliflaammiim #ppkaliflaammiim #pondokpesantren #ayomondok #madrasahaliyah #boardingschool
Tags : Artikel Guru
MA Alif Laam Miim
“Terwujudnya Generasi Rabbani yang Berjiwa Dai, Berwawasan Global, dan Peduli Lingkungan”
- MA Alif Laam Miim
- Kebonsari Baru Selatan No. 1 Surabaya
- maaliflaammiim@gmail.com
- 0813-8645-3684