Januari 27, 2023

SATU SAMPAH, SERIBU KEBAIKAN; SEBUAH KESADARAN ETIKA LINGKUNGAN

Penulis: Yurid Shifan A’lal Firdaus, S.Ag (Waka Al-Qur’an MA Alif Laam Miim)

 Judul di atas secara tekstual terlihat kontradiktif, karena sampah yang diatribusikan hal-hal kotor, buruk, dan negatif sebaliknya disandingkan dengan kuantifikasi kebaikan. Namun penilaian tersebut tidak akan muncul bila membaca tulisan ini hingga selesai yang sejatinya ingin menunjukkan 2 hal, hal buruk sekalipun memiliki potensi kebaikan dan evaluasi etika lingkungan kita.

Beberapa hari belakangan, kami melihat ada peluang melakukan hal positif di waktu transisi antara akhir pembelajaran Al-Qur'an sore dan persiapan melaksanakan ibadah shalat Maghrib. Ditambah area sekitar Masjid yang harus kami perhatikan agar terlihat lebih bersih, rapi, dan indah. Memang intensitas angin berpengaruh terhadap gugurnya dedaunan pmerindangi merindangi area Masjid atau menerbangkan beberapa sampah yang telah tepat di tempatnya.

Melihat alasan-alasan di atas kami ajak beberapa santri yang terlihat selesai mengaji untuk berdiskusi kecil tentang temuan sains dalam Al-Qur'an pada Q.S. Al-Zalzalah [99]: 7-8. Penafsiran Al-Qur'an harus relevan dengan spirit zaman dan perkembangan hidup manusia. Oleh karenanya lafadz "dzarrah" pada dua ayat di atas yang dinilai sebagai benda terkecil memiliki penafsiran yang terus berkembang. Mulai dimaknai dengan biji jagung dan biji sawi oleh mufasir klasik hingga atom setelah ahli fisika menemukan temuan-temuan baru dalam dunia sains. Belum lagi atom disusun oleh partikel yang lebih kecil seperti proton, elektron, dan neutron. Menurut penelitian, para fisikawan masih menemukan benda terkecil yang tidak bisa dibagi lagi.

Di akhir diskusi kami sampaikan bahwa topik esensial dari ayat lafadz tersebut bukan hirarki terkecil suatu materi melainkan sekecil apapun kebaikan atau keburukan yang dilakukan pasti akan mendapatkan balasan, sehingga seseorang tidak mudah berkecil hati meski kebaikan yang ia lakukan kecil dan sederhana sekaligus tidak mudah meremehkan keburukan sekecil apapun meski ia tidak merasa melakukannya. Setelah para santri yang ikut berdiskusi mulai memahami pesan utama ayat, langkah persuasif berikutnya kami ajak mereka mengambil dedaunan kering yang jatuh, sampah yang berserakan, dan semua hal yang bisa kami rapikan dan terlihat oleh mata yang lebih besar dari biji sawi dan biji jagung. Sontak mereka bersemangat dan mulai berpencar melakukan apa yang harus mereka lakukan.

Kami percaya bahwa kegiatan positif yang dilakukan secara komunal akan jauh memberikan semangat dan memancing orang lain untuk turut ambil bagian. Meski beberapa di antara kita masih berpandangan "kifayah" dalam melakukan hal baik, jika sudah dilakukan orang lain, kita tidak perlu melakukannya. Namun berbeda dengan para santri yang meyakini dawuh Imam Hasan Al-Bashri bahwa seseorang harus melakukan kebaikan sekecil apapun, karena ia tidak dapat mengetahui kebaikan apa yang membuatnya masuk ke dalam surga. Dawuh ini menancap kuat dalam hati para santri sehingga setiap kali ada momentum melakukan kebaikan sekecil apapun, mereka pasti berusaha memaksimalkannya walau membuang satu sampah, satu daun kering, dan merapikan sepasang sandal. Para santri tidak akan memikirkan kalkulasi, karena yang mereka yakini setiap sesuatu yang dilakukan pasti memiliki konsekuensi dan balasan. Dan Allah adalah Dzat yang paling berhak memberikannya.

Sebab animo santri yang ikut ambil bagian cukup banyak, tidak butuh waktu lama area Masjid menjadi lebih bersih, rapi, dan indah. Setelah melakukan kegiatan tersebut kami tidak melihat raut kecewa dan lelah justru yang kami lihat adalah wajah bahagia dan sumringah. Karena sejatinya mereka dan kita semua menyadari bahwa kebersihan, kerapian, dan keindahan adalah aspek kodrati manusia yang lambat laun mulai terkikis oleh pola pikir eksploitatif terhadap alam dan lingkungan. Sekaligus mindset kifayah yang lebih besar dari pada keinginan untuk berperan dalam kebaikan.

Di sela-sela kegiatan bersih-bersih area Masjid kami sampaikan kepada para santri meneruskan dawuh dari guru kami agar kebaikan yang kita lakukan semakin berlipat benefitnya, niatkan setiap satu sampah yang kita bersihkan untuk membersihkan satu kotoran dan dosa dalam hati kita. Sehingga benefit yang didapat bukan hanya eksternal untuk menciptakan kenyamanan bersama tapi juga aspek internal untuk mendapatkan kesucian hati (tazkiyah al-nafs). Dari hal ini pula kita menyadari bahwa untuk mencapai ketenangan batin tidak hanya melalui rutinitas ritual, tapi juga melalui hal sederhana seperti membuang sampah dan membersihkan lingkungan sekitar. Syukur-syukur dapat mengoptimalkan keduanya maupun semua potensi kebaikan yang kita lakukan, mahdah maupun ghairu mahdah.

Goals sejati dari ibadah yang bersifat ritual adalah meningkatkan kesadaran sosial. Belum mencapai tujuan ibadah bila seseorang masih menghina sesama, melakukan hal-hal destruktif yang merugikan orang lain, dan secara khusus dalam konteks tulisan ini adalah masih belum beretika lingkungan. Dalam sebuah riwayat yang familiar sekali bahwa mencintai dan peduli kebersihan adalah ekspresi nyata dari keimanan seseorang. Pemahaman sebaliknya (mafhum mukhalafah) seseorang yang tidak mencintai dan peduli terhadap lingkungan perlu dipertanyakan sejauh mana ia telah beriman. Semoga Allah SWT menguatkan keimanan kita, hati kita, dan jiwa kita untuk melakukan kebaikan sekecil apapun, mengambil bagian di setiap potensi kebaikan, dan meningkatkan etika lingkungan sebagai bagian dari akhlak mulia (makarimal akhlak) yang menjadi visi profetik paling utama.


#masurabaya #maaliflaammiim #ppkaliflaammiim #pondokpesantren #ayomondok #madrasahaliyah #boardingschool

Tags :

bm

MA Alif Laam Miim

“Terwujudnya Generasi Rabbani yang Berjiwa Dai, Berwawasan Global, dan Peduli Lingkungan”

  • MA Alif Laam Miim
  • Kebonsari Baru Selatan No. 1 Surabaya
  • maaliflaammiim@gmail.com
  • 0813-8645-3684