STUDI AGAMA DAN NASIONALISME DALAM UPAYA PENGUATAN MODERASI BERAGAMA
Secara umum agama memiliki pengertian sistem
yang mengatur tentang barometer keyakinan seseorang kepada tuhannya. Agama
apapun namanya, tetap berhubungan tentang keyakinan seorang hamba kepada yang
ia yakini, sekalipun keyakinannya berbeda-beda. Ada yang yang meyakini bahwa
Allah adalah dzat satu-satunya yang berhak disembah, dan itu yang disebut dengan agama
Islam. Ada juga yang meyakini bahwa Yesus
sebagai tuhan yang ia sembah yang memiliki Tuhan Bapak dan Bunda Maria, dan itu
yang disebut dengan agama Kristen. Ada juga agama Hindu, Katolik, Konghucu, dan
lain-lain. Itu semua mengajarkan kepada pemeluknya agar meyakini ajaran-ajaran
yang ada di dalam agama tersebut.
Islam mengajarkan agar berbuat baik kepada
siapapun, termasuk berbuat baik kepada orang yang berbeda dalam keyakinannya. Islam
juga memberi pesan moral melalui kitab suci Al-Qur’an yakni لا إكراه في
الدين (tidak ada paksaan dalam agama). Tidak boleh
saling membenci dan bertengkar, tidak boleh saling iri dan dengki hanya karena
berbeda agama. Akan tetapi bagaimana kita saling rukun dan tentram, saling membantu
dan tolong-menolong dalam kebaikan. Hal ini senada dan seirama dengan semboyan
yang ada di negara kita Indonesia yaitu Bhinneka Tuggal Ika (berbeda-beda tapi
tetap satu tujuan).
Membicarakan tentang Nasionalisme, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki pengertian paham (ajaran) untuk
mencintai bangsa dan negara sendiri, dalam kata lain mengajarkan tentang Cinta
Tanah Air. Sejak dini mulai dari SD bahkan TK hingga ke tingkat Perguruan
Tinggi kita telah diajarkan bagaimana kita mencintai negara kita Indonesia. Guru-guru
memberi pelajaran di sekolah tentang PPKn (Pendidikan Pancasilan
dan Kewarganegaraan), di dalamnya dibahas tuntas tentang hal-hal yang berhubungan
dengan negara. Itu semua dilakukan agar kita menjadi warga negara yang baik
yang mencintai negara sendiri. حب الوطن من الإيمان Cinta Tanah Air merupakan sebagian dari Iman.
Itulah yang disampaikan oleh Hadratus Syekh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari pendiri
organisasi terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU).
Hingga saat ini di Indonesia masih ada
kelompok-kelompok tertentu yang menyatakan bahwa tidak adanya relasi antara agama dan negara. Sehingga kelompok tersebut
ada yang menginginkan Indonesia menjadi Negara Khilafah dan ada juga
yang menginginkan menjadi negara sekuler. Adanya hal ini tidak lepas dari maksud
dan keinginan orang-orang tertentu yang mendoktrin pemahaman-pemahaman yang
tidak baik agar bisa menguasai negara Indonesia. Padahal jika kita menyadari bagaimama
negara-negara di Timur Tengah yang notabene mayoritas orang Islam hingga saat
ini sering kali terjadi peperangan antara yang satu dengan yang lainnya. Kelompok
tersebut memberontak kepada pemerintah negara yang sah, yang menginginkan
negaranya menjadi negara khilafah.
Menurut Dr. (HC) KH. Afifuddin Muhajir (Wakil
Rais ‘Aam PBNU), adanya Pancasila sesungguhnya menjadi تسوية الخلاف atau win-win solution,
artinya Pancasila menjadi penengah di antara dua kelompok yang memiliki keinginan tidak
sama, yakni kelompok yang menginginkan Indonesia menjadi negara sekuler dan kelompok
yang menginginkan menjadi negara Islam. Pada akhirnya dua kelompok tersebut
sama-sama menerima dengan adanya Pancasila setelah sebelumnya terjadi diskusi
panas dan sengit diantara mereka. Kelompok sekuler menerimanya karena meyakini
bahwa Pancasila bukanlah Agama dan kelompok Islam merimanya karena mereka
meyakini bahwa Pancasila selaras dengan Syariat Islam.
Kyai Afif (sapaan akrab KH. Afifuddin Muhajir)
menyebutkan ada tiga kategori tentang hubungan Pancasila dan Syariat Islam.
1.
لا تخالف الشريعة (Pancasila tidak bertentangan dengan Syariat
Islam)
2.
توافق الشريعة (Pancasila selaras dengan Syariat Islam)
3.
هي الشريعة بعينها (Pancasila adalah syariat itu sendiri)
Hal ini beliau menjelaskan bahwa tidak
ditemukan di dalam ayat-ayat suci Al-Qur’an dan hadits tentang adanya perbedaan
dengan Pancasila, justru yang ditemukan adalah adanya kesesuaian diantara
keduanya.
Dengan demikian, menjadi penting bagi kita
untuk belajar tentang Agama dan Nasionalisme dengan baik dan benar. Agar menjadi
manusia-manusia pilihan yang bisa moderat dalam beragama, bebangsa, dan
bernegara. Falyatadabbar...
Penulis : Ali Musthofa, S.Kom., M.Pd.
Tags : Artikel Guru
MA Alif Laam Miim
“Terwujudnya Generasi Rabbani yang Berjiwa Dai, Berwawasan Global, dan Peduli Lingkungan”
- MA Alif Laam Miim
- Kebonsari Baru Selatan No. 1 Surabaya
- maaliflaammiim@gmail.com
- 0813-8645-3684